Assallam mualaikum wr
wb,
Sebagian
ulama mengatakan bahwa Sholat 5 Waktu berjamaah di Masjid bagi laki- laki
mukallaf termasuk fardhu Ain, yang ingin saya tanyakan adalah benarkah
demikian? Lalu apakah berdosa Jika sholat sendirian di rumah?. Jika memang
berdosa, Apakah Nabi Muhamad Saw pernah melarang orang yang sholat sendirian di
rumah? Adakah Hadits shahih menjelaskan hal tersebut?
Di
kalangan ulama berkembang banyak pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Ada
yang mengatakan fardhu `ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah
berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat
jamaah, gugurlah kewajiban orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang
mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu kifayah. Dan ada juga yang
mengatakan hukumnya sunnah muakkadah.
1. Pendapat Pertama:
Fardhu Kifayah
Yang
mengatakan hal ini adalah Al-Imam Asy-Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al-Ifshah jilid 1 halaman 142.
Demikian juga dengan jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin)
maupun yang berikutnya (mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama
dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah.
Dikatakan sebagai
fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka
gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada
satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada
di situ. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam.
Di dalam kitab
Raudhatut-Thalibin karya Imam An-Nawawi disebutkan bahwa:
Shalat jamaah itu itu
hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya,
ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi
juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya
fardhu `ain.
Adapun dalil mereka
ketika berpendapat seperti di atas adalah:
2. Pendapat Kedua:
Fardhu `Ain
Yang berpendapat
demikian adalah Atho` bin Abi Rabah, Al-Auza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu
Hibban, umumnya ulama Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa
kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika
seseorang mendengar azan, haruslah dia mendatanginya untuk shalat. (lihat
Mukhtashar Al-Fatawa Al-MAshriyah halaman 50).
Dalilnya adalah hadits
berikut:
Dari Aisyah ra berkata,
`Siapa yang mendengar azan tapi tidak menjawabnya (dengan shalat), maka dia
tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya. (Al-Muqni`
1/193)
Dengan demikian bila
seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun
shalatnya tetap syah.
3. Pendapat Ketiga:
Sunnah Muakkadah
Pendapat
ini didukung oleh mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah sebagaimana disebutkan
oleh imam As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Beliau
berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah
adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya
fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat syahnya shalat, tentu tidak bisa
diterima.Al-Karkhi dari ulama Al-Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu
hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali
karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah tentang sunnah
muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama
dengan wajib. (silahkan periksan kitab Bada`ius-Shanai` karya Al-Kisani jilid 1
halaman 76).Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang dilakukan secara
berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. (lihat Qawanin Al-Ahkam
As-Syar`iyah halaman 83). Ad-Dardir dalam kitab Asy-Syarhu As-Shaghir jilid 1
halaman 244 berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain
Jumat, hukumnya sunnah muakkadah.
4. Pendapat Keempat:
Syarat Syahnya Shalat
Pendapat keempat adalah
pendapat yang mengatakan bahwa hukum syarat fardhu berjamaah adalah syarat
syahnya shalat. Sehingga bagi mereka, shalat fardhu itu tidak syah kalau tidak
dikerjakan dengan berjamaah.
Yang berpendapat
seperti ini antara lain adalah Ibnu Taymiyah dalam salah satu pendapatnya
(lihat Majmu` Fatawa jilid 23 halaman 333). Demikian juga dengan Ibnul Qayyim,
murid beliau. Juga Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah (lihat
Al-Muhalla jilid 4 halaman 265). Termasuk di antaranya adalah para ahli hadits,
Abul Hasan At-Tamimi, Abu Al-Barakat dari kalangan Al-Hanabilah serta Ibnu
Khuzaemah.
Dalil yang mereka
gunakan adalah:
Dari Ibnu Abbas ra
bahwa Rasulullah SAw bersaba, `Siapa yang mendengar azan tapi tidak
mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada uzur.(HR
Ibnu Majah793, Ad-Daruquthuny 1/420, Ibnu Hibban 2064 dan Al-Hakim 1/245)
Dari Abi Hurairah ra
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya shalat yang paling berat buat
orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang
akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya
meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat
dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian
pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu
kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan
api." (HR Bukhari 644, 657, 2420, 7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini
darinya).
Kesimpulan:
Setiap orang bebas
untuk memilih pendapat manakah yang akan dipilihnya. Dan bila kami harus
memilih, kami cenderung untuk memilih pendapat menyebutkan bahwa shalat
berjamaah itu hukumnya sunnah muakkadah, karena jauh lebih mudah bagi
kebanyakan umat Islam serta didukung juga dengan dalil yang kuat. Meskipun
demikian, kami tetap menganjurkan umat Islam untuk selalu memelihara shalat
berjamaah, karena keutamaannya yang disepakati semua ulama.
Wallahu a’lam bishshawab,
wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Oleh : Muhammad Rafi Bamratama
Oleh : Muhammad Rafi Bamratama
0 komentar:
Posting Komentar